Senin, 17 Oktober 2011

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian ISPA Pada Balita Di Puskesmas

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pneumonia adalah proses akut yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli). Terjadinya Pneumonia pada balita seringkali bersamaan dengan proses infeksi akut bronkus (Broncho Pneumonia). Gejala penyakit ini berupa nafas cepat dan nafas sesak, karena paru meradang secara mendadak. Batas nafas cepat adalah frekuensi pernafasan sebanyak 50 kali permenit atau lebih pada anak usia 2 buan sampai kurang dari 1 tahun, dan 40 kali permenit atau lebih pada anak usia 1 tahun sampai kurang dari 5 tahun. Pada anak usia dibawah 2 bulan, tidak dikenal diagnosis Pneumonia.(Afifah Tin,dkk.,2003.)
Program pemberantasan ISPA secara khusus telah dimulai sejak tahun 1984, dengan tujuan berupaya untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian khususnya pada bayi dan anak balita yang disebabkan oleh ISPA.
Usaha peningkatan kesehatan masyarakat pada kenyataannya tidaklah mudah seperti membalikkan telapak tangan saja, karena masalah ini sangatlah kompleks, di mana penyakit yang terbanyak di derita oleh masyarakat terutama pada yang paling rawan yaitu ibu dan anak, ibu hamil dan ibu meneteki serta anak bawah lima tahun.(Arikunto,s.2006.)
Salah satu penyakit yang diderita oleh masyarakat terutama adalah ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) yaitu meliputi infeksi akut saluran pernafasan bagian atas dan infeksi akut saluran pernafasan bawah. ISPA adalah suatu penyakit yang terbanyak di derita oleh anak-anak, baik di negara berkembang maupun di negara maju dan sudah mampu dan banyak dari mereka perlu masuk Rumah Sakit karena penyakitnya cukup gawat. Penyakit – penyakit saluran pernafasan pada masa bayi dan anak-anak dapat pula memberi kecacatan sampai pada masa dewasa. Di mana ditemukan adanya hubungan dengan terjadinya Chronic Obstructive Pulmonary Disease.(Depkes RI.2000).
ISPA masih merupakan masalah kesehatan yang penting karena menyebabkan kematian bayi dan balita yang cukup tinggi yaitu kira-kira 1 dari 4 kematian yang terjadi. Setiap anak di perkirakan mengalami 3-6 episode ISPA setiap tahunnya.
Penyakit ISPA, sering terjadi pada anak – anak, bahkan di negara-negara berkembang. Penyakit ISPA ini merupakan salah satu penyebab kematian tersering pada anak. Di sebabkan oleh infeksi saluran pernafasan bawah akut (ISPA) paling sering adalah Pneumonia P2 ISPA balita sebagai target penemuan penderita Pneumonia balita pertahun dihitung dari jumlah penduduk usia balita pada suatu wilayah.
Secara teoritis diperkirakan 10 % penderita pneumonia akan menigggal bila tidak diobati (depkes Ri, 1996) Sebagian besar kematian tersebut di picu oleh ISPA bagian bawah (Pneumonia). Tetapi masyarakat yang masih awam dengan gangguan itu.
Sebagian besar kematian tersebut dipicu oleh ISPA bagian bawah (Pneumonia). Tetapi masyarakat yang masih awam dengan gangguan itu. Penyakit ISPA dapat menyerang jaringan paru-paru dan penderita pun cepat meninggal akibat Pneumonia berat, namun tidak cepat di tolong. Karena memang akibat ketidaktahuan masyarakat tentang kelainan itu.
Pneumonia adalah proses akut yang mengenai jaringan paru-paru (Alveoli). Terjadinya Pneumonia pada balita seringkali bersamaan dengan proses infeksi akut bronkus (Broncho Pneumonia). Gejala penyakit ini berupa nafas cepat dan nafas sesak, karena paru meradang secara mendadak. Batas nafas cepat adalah frekuensi pernafasan sebanyak 50 kali permenit atau lebih pada anak usia 2 bulan sampai kurang dari 1 tahun, dan 40 kali permenit atau lebih pada anak usia 1 tahun sampai kurang dari 5 tahun. Pada anak usia di bawah 2 bulan, tidak di kenal diagnosis Pneumonia.
Mengutip hasil survei kesehatan rumah tangga 1995 yang melaporkan proporsi kematian anak akibat penyakit sistem pernafasan adalah 2,1%, sementara pada balita 38,8%. Berdasarkan Program Pembangunan Nasional (Propenas ) bidang kesehatan, angka kematian bayi dari 5/1.000 pada tahun 2000 akan diturunkan menjadi 3/1.000 pada akhir tahun 2005.
Di Sidomulyo ISPA merupakan salah satu penyebab utama kunjungan pasien di Sarana Kesehatan. Pasien yang berobat ke Puskesmas sebanyak 40-60 %. Kunjungan di bagian rawat jalan dan rawat inap Rumah Sakit sekitar 15-20 %.
Hidup serumah dengan perokok juga menjadi faktor penyebab penyakit ISPA anak. Hasil penelitian di sumedang jaw barat tahun 2001, menyatakan bahwa 23% penyakit ISPA pada anak balita disebabkan oleh pendeita hidup serumah dengan perokok.
Penyakit ISPA mencakup penyakit saluran napas bagian atas (ISPA) dan saluran nafas bagian bawah (ISPA) beserta adneksanya. ISPA mengakibatkan kematian pada anak dalam jumlah kecil, tetapi dapat menyebabkan kecacatan misalnya stitis media yang merupakan penyebab ketulian. Sedangkan hampir seluruh kematian karena ISPA pada anak kecil disebabkan oleh infeksi saluran pernapasan bawah akut (ISPA), Paling sering adalah pneumonia (WHO 2003). Kematian akibat pneumonia sebagai penyebab utama ISPA di Indonesia pada akhir tahun 2000 sebanyak lima kasus diantara 1.000 balita (Depkes, 2003).
Kejadian ISPA di wilayah Provinsi Gorontalo masih terhitung tinggi, hal ini terlihat bahwa kasus ISPA sesuai data dari Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo pada tahun 2009 sebanyak 28.322 kasus, dan khususnya di Kabupaten.
Di Kabupaten Gorontalo jelas penderita ISPA tahun 2007 sebanyak 298 kasus, tahun 2008 terdapat 569 balita dan tahun 2009 sebanyak 610 kasus, laporan dari catatan medis di Puskesmas Sidomulyo tahun 2007 terdapat 198 kasus penyakit ISPA, Pada tahun 2008 terdapat 489 kasus penyakit ISPA dan tahun 2009 terdapat 551kasus penyakit ISPA pada balita di wilayah kerja Puskemas Sidomulyo Kabupaten Gorontalo Tahun 2009

B. Perumusan Masalah
Bagaimana hubungan kejadian ISPA pada balita berdasarkan status Imunsasi, pemberian ASI eklusif dan faktor lingkungan di wilayah Kerja Puskesmas Sidomulyo Kabupaten Gorontalo Tahun 2009.

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui faktor – faktor yang berhubugan dengan kejadian ISPA pada balita di wilayah Kerja Puskesmas Sidomulyo Kabupaten Gorontalo Tahun 2009.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui hubungan status Imunisasi dengan kejadian ISPA pada balita.
b. Untuk mengetahui hubungan pemberian ASI Ekslusif dengan kejadian ISPA pada balita.

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Institusi
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan masukan dan informasi bagi Instansi terkait.
2. Manfaat Ilmiah
Sebagai bahan masukan dan informasi bagi pihak – pihak yang ingin mengadakan penelitian lebih lanjut terhadap persoalan yang sama.
3. Manfaat Praktis
Penelitian ini merupakan pengalaman yang sangat berharga dalam memperluas wawasan keilmuwan dan menetapkan upaya pencegahan.