Senin, 17 Oktober 2011

Pertumbuhan Fisik balita

Pertumbuhan Fisik balita:

Laporan global United Nations Children's Fund mengenai kemajuan dunia untuk gizi ibu dan anak tercatat bahwa Indonesia menempati urutan sebagai negara kelima di dunia dengan jumlah terbesar balita pendek atau terhambat pertumbuhannya yakni 7,8 juta anak balita pendek . Sejak terjadinya krisis multidimensi yang melanda Indonesia, hingga saat ini masalah gizi penduduk masih cukup memprihatinkan. Bahkan 75% dari total kabupaten di Indonesia berada dengan kondisi masalah gizi kurang pada balita di atas 20 persen. Hal ini akan berpengaruh terhadap perkembangan sumber daya manusia Indonesia ke depannya. Dampak krisis yang ditimbulkan gizi buruk menyebabkan biaya subsidi kesehatan semakin meningkat. Gizi buruk juga menyebabkan lebih dari separo kematian bayi, balita, dan ibu, serta Human Development Indeks (HDI) menjadi rendah.

Gangguan pertumbuhan atau kekurangan gizi pada balita terjadi bila konsumsi melalui makanan kurang. Dampaknya, tubuh balita akan mengalami keseimbangan negatif, berat badan akan kurang dari berat badan ideal. Dampak gizi buruk yang terparah pada balita adalah marasmus. Hal paling nampak terlebih dahulu adalah penampilan fisik yang mana berat badan tidak bertambah sesuai usianya. Pada kurang gizi, menyebabkan anak-anak kekurangan berat badan, pertumbuhannya lambat dan lebih rentan terhadap infeksi. Gizi kurang yang kronik, pada pemeriksaan berat dan tinggi badan akan menunjukkan bahwa mereka memiliki berat yang kurang pada grafik pertumbuhan, misalnya kerdil serta mempengaruhi perkembangan otak dan psikologi anak. Dampak lain dari pertumbuhan fisik balita yang terganggu antara lain anak akan mempunyai tinggi badan lebih pendek, perkembangan mental dan kecerdasan terhambat serta daya tahan tubuh anak menurun sehingga mudah terserang penyakit infeksi, yang semakin memperburuk keadaan gizi.

Pertumbuhan fisik balita berkaitan erat dengan gizi yang dikonsumsinya. status gizi balita merupakan hal penting yang harus diketahui oleh setiap orang tua. Pertumbuhan dan perkembangan mengalami peningkatan yang pesat pada usia dini, yaitu dari 0 sampai 5 tahun. Masa ini sering juga disebut sebagai fase ”Golden Age”. Golden age merupakan masa yang sangat penting untuk memperhatikan tumbuh kembang anak secara cermat agar sedini mungkin dapat terdeteksi apabila terjadi kelainan. Selain itu, penanganan kelainan yang sesuai pada masa golden age dapat meminimalisir kelainan pertumbuhan dan perkembangan anak sehingga kelainan yang bersifat permanen dapat dicegah.

Standar acuan status gizi balita adalah Berat Badan menurut Umur (BB/U), Berat Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB), dan Tinggi Badan menurut Umur (TB/U). Sementara klasifikasinya adalah normal, underweight (kurus), dan gemuk. Ditinjau dari tinggi badan, sebanyak 25,8 persen anak balita Indonesia pendek (SKRT, 2004). Ukuran tubuh yang pendek ini merupakan tanda kurang gizi yang berkepanjangan. Lebih jauh, kekurangan gizi dapat mempengaruhi perkembangan otak anak. Padahal, otak tumbuh selama masa balita. Fase cepat tumbuh otak berlangsung mulai dari janin usia 30 minggu sampai bayi 18 bulan.

Pakar gizi dunia mengembangkan indikator kurang gizi sebagai indikator kemiskinan dengan mengukur gangguan pertumbuhan berat badan anak balita. Proporsi anak balita yang kurang gizi atau berberat badan rendah ditetapkan sebagai salah satu indikator kemiskinan. Kemiskinan berkaitan erat dengan kurang gizi yang dicerminkan dengan adanya gangguan pertumbuhan fisik balita. Selain itu kurangnya pendidikan orang tua, khususnya ibu merupakan salah satu penyebab terjadi kekurangan gizi pada balita. Pendidikan orang tua merupakan faktor yang penting dalam tumbuh kembang anak, karena dengan pendidikan yang baik orang tua orang tua dapat menerima segala informasi dari luar terutama tentang cara pengasuhan anak yang baik, bagaimana menjaga kesehatan balitanya. 

Di negara berkembang seperti  Indonesia, faktor yang mempengaruhi pertumbuhan balita diantaranya adalah konsumsi makanan, penyakit infeksi, serta aspek-aspek lain seperti penyediaan makanan, ekonomi, pendidikan, budaya dan lain-lain. Bila tubuh memperoleh cukup zat-zat gizi dan digunakan secara efisien akan tercapai status gizi optimal yang memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja dan kesehatan secara umum pada tingkat setinggi mungkin.